February 4, 2018

Semua Berawal dari.....


keputusan nekat saya mengambil jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia. Tentu saja keputusan itu dipicu oleh rasa senang saya terhadap kpop. Karma mengatai teman yang menyukai kpop, justru menjebak saya, dan pada akhirnya malah saya yang menekuni bidang ini secara formal.

Orang tua pun memiliki andil yang cukup besar dalam keputusan saya, karena mereka membiarkan saya untuk menulis jurusan ini di lembar pendaftaran SNMPTN. Padahal seandainya mereka larang pun, saya akan menurut dan memilih jurusan lain.

Sempat terlintas pikiran menyesal telah memilih jurusan ini, dan itu bukan hanya sekali. Tapi saya termasuk golongan yang percaya bahwa apapun yang terjadi di dalam hidup itu pasti sudah kehendak Allah dan ada hikmah dibaliknya. Saya tidak bermaksud menggurui atau bagaimana. Hal itu pun sudah sering saya alami. Contohnya saat saya daftar sma, karena hasil ujian nasional yang tidak begitu tinggi, saya 'terdampar' di sma yang dulu sering ibu saya katakan sebagai 'sekolah abal'. Saya juga sempat kecewa dan sedih. Sempat terpikir untuk pindah sekolah di awal semester, tapi kan yah prosesnya tidak mudah, akhirnya dicoba saja untuk menjalani terlebih dahulu. 

Begitu sudah mau lulus baru ibu saya berkata, "Mungkin kalau kamu gak masuk sma ini, kamu gak akan bisa dapat SNMPTN,"

Dari hal seperti itu lah saya percaya bahwa kejadian apapun yang menimpa, pasti Allah sudah merencanakan tujuan lain yang dirasa terbaik untuk kita; termasuk keputusan saya mengambil jurusan ini.

Saya tidak akan menguraikan lagi argumen mengenai jurusan sastra yang tidak kalah dengan jurusan lain, bla bla bla. Sudah banyak yang membahas soal itu, cari saja di timeline Line kalian. 

Melalui tulisan ini saya hanya ingin kembali meluruskan bahwa saya masih menonton drama Korea menggunakan subtitle


Saya juga ingin meluruskan, bahwa saya lulus 3,5 tahun bukan dengan menulis skripsi, melainkan jurnal. Saya tidak akan menjelaskan perbedaan skripsi dan jurnal, selain bahwa jurnal itu tidak ada sidang. Tapi saya tetap menulis, tetap pusing oleh revisi-revisi dari hasil bimbingan, tetap begadang, bahkan pernah tidak tidur dan akhirnya harus bolos beberapa kali dalam setiap mata kuliah.

Mengejar deadline revisi setiap minggu, ditambah mengerjakan tugas-tugas kuliah (apalagi semester kemarin saya masih ambil 21 sks), juga ngurusin beberapa proker organisasi jurusan, tentunya bukan hal yang mudah. Semester 7 benar-benar saya resmikan menjadi semester terberat perkuliahan.


Anehnya, apa yang menghibur saya selama ini dari beratnya menjalani kehidupan semester 7 ya balik lagi ke kpop. Mungkin dari luar saya terlihat lebih banyak fangirling-an, sering ngepost di IG story tentang kpop (re: BTS dan Etet), ngumpul sama teman-teman ngomongin kpop, beli barang-barang kpop, dsb. Mungkin terlihat buang-buang waktu, tenaga dan uang, tapi kalau tidak ada hiburan semacam itu, pasti saya udah stres berat selama kuliah.

Kalau kata Rizky Varia Putri, pemegang IPK tertinggi sarjana paralel FIB, "Bucin boleh, tetapi akademis tetap nomor satu."

Lalu sekarang akademisnya udah selesai, langkah selanjutnya gimana?

Ini juga hal yang sering sekali ditanyakan oleh orang-orang. Bukannya tidak mau menjawab, tapi saya sadar, saya bukan orang dengan otak genius, keahlian yang luar biasa, juga tidak pernah membawa prestasi nasional atau internasional; maka pertanyaan seperti itu menjadi beban baru bagi saya yang - padahal - baru saja menyelesaikan beban lama.

Jarang sekali saya mendengar, "Habis lulus, take a break dulu lah, pasti capek kuliah,"

Sayangnya, sebagai seseorang yang idealis, saya paham betul masih ada kewajiban lain yang perlu dilakukan untuk memenuhi apa yang disebut sebagai 'standar kehidupan'; kuliah-lulus-cari kerja-nikah.

Sounds perfect. Too perfect.

But, I don't want to rush things. Dengan saya membuat semuanya terkesan buru-buru, takutnya hasilnya malah tidak akan sesuai dengan apa yang benar-benar saya harapkan. Yes, I believe Allah planned everything, but first decision still depends on us, dan ini bukan lagi sekedar memilih ingin makan nasi goreng atau bubur ayam untuk sarapan, tapi sesuatu yang lebih serius, yang bisa saja menjadi titik mula dari kehidupan selanjutnya.

So, instead of asking, "Habis lulus mau kerja di mana?" or "Kapan mau nikah?", give your blessings and reassururance to your friends that everything will be fine and God already made a best decision for you, just wait and fight for it.



No comments:

Post a Comment

Copyright © 2016 talk better with words , Blogger