First of all, I'd like to credit the rightful owner for the title that I'm using; Fathia Izzati, for her video that kinda inspired me to write this post. She made this video: Hidup Setelah Lulus and I saw it a few days before I graduated. Well, I changed the title a bit to make it more....formal? But, the point is, her video inspired me so I credited her. Anyways, go watch her video, it's pretty good.
Because I'm not as confident as her in using English, let's go back to Bahasa Indonesia.
Oh, and beware, this gonna be a long post. Feel free to skim it. But I suggest you to read the whole story; just in case you need something to kill your time.
Gue lulus pada bulan Februari 2018 kemarin, dan selama hampir 4 bulan tersebut gue benar-benar merasakan yang namanya adulting.
Well, Adulting sucks.
Mari dimulai dari yang namanya cari kerja.
Perjalanan gue dalam mencari kerja benar-benar banyak hambatannya. Percaya gak kalau selama hampir 4 bulan itu gue udah menjalani 17 kali proses recruitment? Entah itu ada yang hanya interview,tes psikologi atau dua-duanya.
Uang dan waktu yang gue keluarkan pun gak sedikit. Rata-rata lokasi kantor tersebut ada di Jakarta. Dari stasiun kereta api pun masih harus dilanjutkan dengan gojek online. Bisa sih pakai Trans Jakarta untuk beberapa kantor, tapi gue sangat berusaha menghindari yang namanya kesasar dan telat.
Awal-awal setelah gue lulus, gue masih santai. Bahkan, panggilan interview justru ada banyak pada masa-masa gue baru lulus. Tapi ya, jelas gak dapat, entah karena gue memang belum sesuai, salah sasaran aka jurusan (terus kenapa telepon saya mba?) atau ternyata pekerjaannya yang di luar ekspetasi jadi gue pun setengah hati wawancaranya.
Bahkan, gue pernah dapat telepon dari Booking.com Singapura untuk proses phone interview. Maklum baru pertama kali interview pakai full Singlish English (biasanya kalau gak Bhs. Indonesia ya Bhs. Korea), jawaban gue pun berantakan banget. Ternyata phone interview dengan full Singlish English lebih deg-deg an daripada interview tatap muka dengan Bhs. Indonesia atau Bhs. Korea.
Gue pun apply ke berbagai macam perusahaan, mulai dari perusahaan Korea berbasis pendidikan, kesehatan, perusahaan tv, F&B, telekomunikasi, portal news, dll.
Tapi apakah dari semua itu benar-benar gagal semua?
Gak juga. Ada yang lolos satu, yaitu di perusahaan Korea berbasis kesehatan aka perusahaan ginseng merah.
Lowongan itu gue lihat dari grup Facebook jurusan yang isinya senior-senior atau teman angkatan yang suka bagi-bagi loker full time atau part time. Maka gue dan teman gue sama-sama apply untuk posisi interpreter. Posisi yang - sejujurnya - benar-benar gue hindari karena bukan minat gue sama sekali, baik dilihat dari kemampuan maupun pengalaman. Tapi kita berdua tetap apply karena sudah hampir sama-sama putus asa.
Soalnya waktu itu, hampir semua teman kita yang lulus 3,5 tahun udah dapat pekerjaan. Teman-teman yang tadinya berjuang bareng, bahkan ke job fair bareng pun semuanya udah dapat kerja. Tinggal kita berdua aja yang belum.
Didorong dari keputusasaan tersebut, gue pun mengambil pekerjaan yang jauh banget dari minat gue tersebut.
Kita berdua keterima hari itu juga dan udah bisa mulai kerja di hari Senin berikutnya. Jelas kita senang banget lah, pulangnya sambil bayangin nanti kalau udah gajian mau dibeliin ini itu, bla bla bla. Terus, karena lokasinya juga dekat mall, kita bayangin sebulan sekali bakal makan-makan di sana setelah gajian.
Boo boo the fools.
Singkat cerita, baru 4 hari kita kerja, kita udah gak kuat dan memutuskan untuk resign mendadak.
Lebih ke kabur mendadak sih sebenarnya.
I won't go into the details. Intinya, selama 4 hari itu kita kerja, cukup membuat gue trauma sama yang namanya Bahasa (dan orang) Korea.
Tapi dari pengalaman itu juga, gue kembali memikirkan banyak hal. Kalau sebelum dapat kerja gue stres, selama kerja gue stres, maka setelah resign gue stres berat. Untuk beberapa hari gue stop apply loker dan rasanya cuma mau bergelung aja di bawah selimut sambil nonton BTS (tetep).
Tapi setelah beberapa hari, gue sadar, ada yang berusaha Allah kasih tau ke gue melalui pengalaman tersebut. Gue, untuk pertama kalinya dalam hidup, benar-benar introspeksi diri; apa yang kurang atau apa yang salah dari semua yang telah gue lakukan?
Gue yakin udah cukup berusaha, bahkan kata temen gue, kayaknya justru gue yang paling niat cari kerja. Kalau udah gitu kan jelas apa yang masih kurang; doa.
Gue kurang berdoa.
Berdoa dalam artian doa dari diri sendiri ataupun orang tua.
Jujur, selama nyari kerja itu, gue jarang bilang ke orang tua kalau misalnya hari itu ada interview kerja. Gue cuma bilang, "Mau ke .....(menyebutkan nama salah satu wilayah di Jakarta)" dan nyokap pun paling cuma pesan, "Oh ya, jangan pulang malem-malem, hati-hati di jalan."
Kalaupun nanya urusannya ngapain, gue cuma jawab sekedarnya.
Kalaupun nanya urusannya ngapain, gue cuma jawab sekedarnya.
Kalau kata temen, gue kurang dapat restu dari orang tua. Dan sepertinya emang bener sih, karena setelah gue resign (yang mana gue pulang dan langsung nangis) nyokap gue ngasih nasehat untuk selalu bilang mau interview di mana dan pekerjaannya apa, biar didoa-in kata beliau. Semenjak itulah gue sangat menyadari betapa pentingya restu orang tua.
Memasuki bulan Mei, karena deket-deket puasa juga, gue lebih rajin berdoa. Beuh, doanya tiap habis sholat panjang bener deh pokoknya hahahaha kebetulan ada yang share juga di Twitter, jadi gue coba. Di dalam doa itu, apa yang gue bener-bener harapkan ke Allah adalah biar gue dikasih keikhlasan dan kesabaran; karena 2 hal itulah yang paling susah didapatkan selama proses cari kerja. Beneran deh.
Awal-awal gue emang masih suka iri sama teman-teman yang udah dapat kerja duluan. Bahkan sempat mental breakdown dan akhirnya memutuskan buat hiatus IG dan Twitter dulu untuk sementara. Gue cuma cerita ke beberapa orang, perihal resign pun cuma beberapa teman yang tahu.
Tapi lama-lama gue mikir (dan setelah membaca banyak kata-kata motivasi tentunya), setiap orang punya jalan dan rejeki masing-masing. Mungkin Allah gak memberikan jalan secepat yang lain, tapi dibalik itu pasti ada sesuatu yang perlu gue ambil hikmahnya. Jujur, untuk masalah ibadah gue memang merasa kurang. Yah...mungkin itulah yang memang perlu gue perbaiki.
Maka, selagi gue kembali benar-benar mencari kerja, gue juga memperbaiki cara beribadah. Beneran deh, kekuatan doa itu memang besar banget. Hal yang tadinya gue anggap mustahil, sekarang langkah awalnya bahkan sudah dikasih sama Allah.
Ngomongin yang namanya kerjaan, pasti semua orang maunya dapat yang sesuai hobi atau passion. Ada juga yang lebih mentingin gajinya. Dua-duanya gak salah, karena semua kan memang pilihan. Tapi ada juga yang beruntung dan mendapatkan dua-duanya. Gue pribadi, awal-awal cari kerja amat sangat money oriented. Mempunyai hobi yang sangat mahal (jadi kpopers itu mahal cuy aduh pusing) jadi dorongan buat gue untuk cari kerja secepatnya dan segera dapat uang gajian.
Niat yang seperti itu pada akhirnya malah membuat gue terjebak di lingkungan pekerjaan yang benar-benar gak gue sukai. Hasilnya? ya gue resign. Gue kehilangan banyak waktu dan uang. Tempat kerjanya ada di Jakarta Utara, dekat banget sama Mall of Indonesia. Gue masuk jam 8 pagi dan pulang jam 5 sore. Nyampe rumah? selalu lewat jam 9 malam. Sedangkan besoknya gue harus berangkat habis subuh untuk ngejar kereta pagi.
Orang tua gue sendiri setelahnya mengakui, bahwa mereka justru mendukung gue untuk resign karena melihat pola hidup gue yang berubah drastis. Belum di tempat kerja gue ngerasa stres karena jadi interpreter bukan tugas yang mudah. Seandainya orang Korea nya gak mempersulit sih ya...mungkin masih bisa gue pertahankan. Tapi ini ekspatriatnya pun benar-benar bikin gue sakit kepala setiap hari. Yah tapi setidaknya gue mendapatkan pengalaman sih, and I know I did well karena setelah gue resign mendadak (baca: kabur) ekspatriatnya menghubungi dan (mencoba) membujuk gue untuk balik kerja.
Ha. As if.
Nah, di saat gue udah masuk kerja itu, sebenarnya gue juga lagi proses memperjuangkan lowongan kerja yang lain. Gue apply kerjaan itu akhir Maret dan di hari kedua gue kerja jadi interpreter, gue baru dapat email balasan untuk lanjut ke proses selanjutnya.
Long story short, I got the job.
Bukan hanya pekerjaan 'asal dapat', tapi kerjaan itu juga sebenarnya mendekati impian gue banget; juga di kantor yang selama ini gue idam-idamkan banget untuk kerja di sana.
Not entirely the job that I've been dreaming about, but it is close. Baby steps, remember.
Dan bukan hal yang mudah mendapatkan pekerjaan gue yang sekarang. Bayangin aja, gue apply akhir Maret dan baru official keterima akhir Juni (mulai kerjanya awal Juli). Prosesnya gak sedikit dan yaah lumayan susah. Setiap selesai 1 proses, gue selalu deg-deg-an nunggu email atau telepon, berdoa semoga diberikan hasil yang terbaik.
Well, it is worth the wait.
Dari postingan ini, hal yang benar-benar ingin gue sampaikan adalah, setiap orang mempunyai jalannya masing-masing. Definisi 'jalan' itu termasuk jodoh, rejeki, dll. Hal yang selalu gue ucapkan waktu berdoa salah satunya adalah, Allah gak akan mungkin ngasih cobaan yang melebihi kemampuan hambanya. Cobaan itu sendiri gak mungkin diberikan oleh Allah kalau gak ada pesan yang ingin disampaikan olehNya.
Kita pasti sering dengar yang namanya usaha + doa.
Coba introspeksi diri sendiri apa yang salah, atau apa yang kurang kalau ada masalah yang belum terselesaikan. Dalam kasus cari kerjaan ini, gue sadar masih kurang dalam doa.
And I tried to fix it.
Mungkin kedengarannya kayak, gue berdoa hanya karena ada maunya. Ya gak salah, bukannya manusia juga berdoa karena ia mengingkan sesuatu? Justru lama-lama hal itu jadi kebiasaan baru. Salah itu kalau udah jungkir balik sholat dan doa, tapi begitu mendapatkan apa yang diingikan, ya langsung ditinggal aja semua.
Itu sih perlu introspeksi diri lagi namanya. Jangan jadi manusia yang kurang bersyukur. Karena Allah juga gak akan segan-segan untuk mengambil apa yang sudah kita perjuangkan kalau memang kitanya sendiri yang 'rebel'.
Ya sudah sampai di sini saja dulu ceritanya. Maaf kalau gue kedengaran sok menggurui atau gimana. Hanya ingin berbagi pengalaman aja. Ini juga tadinya gue gak mau nulis karena rasanya seperti membuka luka lama. Tsah.
It was tiring, but look at the bright side, at least I got 4 months of resting (baca: fangirling-an, jalan-jalan, tidur tanpa harus pasang alarm, main Superstar BTS, nonton Produce 48, Netflix, tidur siang, dsb). Cari kerja boleh, tapi jangan lupa manfaatkan waktu nganggur tersebut untuk bersenang-senang hehe. Take a break, karena buat lulus kuliah juga kan kita udah stres.
Nanti mau cerita gimana gue berhasil dapat pekerjaan yang sekarang. Mulai kerjanya besok nih huhu gak bisa tidur makanya malah nulis ini.
Selamat malam dan selamat menikmati hari Senin!
Maka, selagi gue kembali benar-benar mencari kerja, gue juga memperbaiki cara beribadah. Beneran deh, kekuatan doa itu memang besar banget. Hal yang tadinya gue anggap mustahil, sekarang langkah awalnya bahkan sudah dikasih sama Allah.
Ngomongin yang namanya kerjaan, pasti semua orang maunya dapat yang sesuai hobi atau passion. Ada juga yang lebih mentingin gajinya. Dua-duanya gak salah, karena semua kan memang pilihan. Tapi ada juga yang beruntung dan mendapatkan dua-duanya. Gue pribadi, awal-awal cari kerja amat sangat money oriented. Mempunyai hobi yang sangat mahal (jadi kpopers itu mahal cuy aduh pusing) jadi dorongan buat gue untuk cari kerja secepatnya dan segera dapat uang gajian.
Niat yang seperti itu pada akhirnya malah membuat gue terjebak di lingkungan pekerjaan yang benar-benar gak gue sukai. Hasilnya? ya gue resign. Gue kehilangan banyak waktu dan uang. Tempat kerjanya ada di Jakarta Utara, dekat banget sama Mall of Indonesia. Gue masuk jam 8 pagi dan pulang jam 5 sore. Nyampe rumah? selalu lewat jam 9 malam. Sedangkan besoknya gue harus berangkat habis subuh untuk ngejar kereta pagi.
Orang tua gue sendiri setelahnya mengakui, bahwa mereka justru mendukung gue untuk resign karena melihat pola hidup gue yang berubah drastis. Belum di tempat kerja gue ngerasa stres karena jadi interpreter bukan tugas yang mudah. Seandainya orang Korea nya gak mempersulit sih ya...mungkin masih bisa gue pertahankan. Tapi ini ekspatriatnya pun benar-benar bikin gue sakit kepala setiap hari. Yah tapi setidaknya gue mendapatkan pengalaman sih, and I know I did well karena setelah gue resign mendadak (baca: kabur) ekspatriatnya menghubungi dan (mencoba) membujuk gue untuk balik kerja.
Ha. As if.
Nah, di saat gue udah masuk kerja itu, sebenarnya gue juga lagi proses memperjuangkan lowongan kerja yang lain. Gue apply kerjaan itu akhir Maret dan di hari kedua gue kerja jadi interpreter, gue baru dapat email balasan untuk lanjut ke proses selanjutnya.
Long story short, I got the job.
Bukan hanya pekerjaan 'asal dapat', tapi kerjaan itu juga sebenarnya mendekati impian gue banget; juga di kantor yang selama ini gue idam-idamkan banget untuk kerja di sana.
Not entirely the job that I've been dreaming about, but it is close. Baby steps, remember.
Dan bukan hal yang mudah mendapatkan pekerjaan gue yang sekarang. Bayangin aja, gue apply akhir Maret dan baru official keterima akhir Juni (mulai kerjanya awal Juli). Prosesnya gak sedikit dan yaah lumayan susah. Setiap selesai 1 proses, gue selalu deg-deg-an nunggu email atau telepon, berdoa semoga diberikan hasil yang terbaik.
Well, it is worth the wait.
Dari postingan ini, hal yang benar-benar ingin gue sampaikan adalah, setiap orang mempunyai jalannya masing-masing. Definisi 'jalan' itu termasuk jodoh, rejeki, dll. Hal yang selalu gue ucapkan waktu berdoa salah satunya adalah, Allah gak akan mungkin ngasih cobaan yang melebihi kemampuan hambanya. Cobaan itu sendiri gak mungkin diberikan oleh Allah kalau gak ada pesan yang ingin disampaikan olehNya.
Kita pasti sering dengar yang namanya usaha + doa.
Coba introspeksi diri sendiri apa yang salah, atau apa yang kurang kalau ada masalah yang belum terselesaikan. Dalam kasus cari kerjaan ini, gue sadar masih kurang dalam doa.
And I tried to fix it.
Mungkin kedengarannya kayak, gue berdoa hanya karena ada maunya. Ya gak salah, bukannya manusia juga berdoa karena ia mengingkan sesuatu? Justru lama-lama hal itu jadi kebiasaan baru. Salah itu kalau udah jungkir balik sholat dan doa, tapi begitu mendapatkan apa yang diingikan, ya langsung ditinggal aja semua.
Itu sih perlu introspeksi diri lagi namanya. Jangan jadi manusia yang kurang bersyukur. Karena Allah juga gak akan segan-segan untuk mengambil apa yang sudah kita perjuangkan kalau memang kitanya sendiri yang 'rebel'.
Ya sudah sampai di sini saja dulu ceritanya. Maaf kalau gue kedengaran sok menggurui atau gimana. Hanya ingin berbagi pengalaman aja. Ini juga tadinya gue gak mau nulis karena rasanya seperti membuka luka lama. Tsah.
It was tiring, but look at the bright side, at least I got 4 months of resting (baca: fangirling-an, jalan-jalan, tidur tanpa harus pasang alarm, main Superstar BTS, nonton Produce 48, Netflix, tidur siang, dsb). Cari kerja boleh, tapi jangan lupa manfaatkan waktu nganggur tersebut untuk bersenang-senang hehe. Take a break, karena buat lulus kuliah juga kan kita udah stres.
Nanti mau cerita gimana gue berhasil dapat pekerjaan yang sekarang. Mulai kerjanya besok nih huhu gak bisa tidur makanya malah nulis ini.
Selamat malam dan selamat menikmati hari Senin!
No comments:
Post a Comment